Materi Sejarah Kelas XII
Assalamualaikum
Dimalam Hari yang sunyi ini ane mau nge-share materi Sejarah Kelas XII IPS yang ada mau nanya silahkan tanyakan di komentar. Thanks
BAB 1
PROKLAMASI KEMERDEKAAN DAN
PEMBENTUKAN PEMERINTAHAN INDONESIA
A. PEMBENTUKAN BPUPKI
Pada tahun 1944 Saipan jatuh ke tangan Sekutu. Demikian halnya dengan
pasukan Jepang di Papua Nugini, Kepulauan Solomon dan Kepulauan
Marshall, dipukul mundur oleh pasukan Sekutu. Dengan demikian seluruh
garis pertahanan Jepang di Pasifik sudah hancur dan bayang-bayang
kekalahan Jepang mulai nampak. Selanjutnya Jepang mengalami serangan
udara di kota Ambon, Makasar, Menado dan Surabaya. Bahkan pasukan Sekutu
telah mendarat di daerah-daerah minyak seperti Tarakan dan Balikpapan.
Dalam situasi kritis tersebut, pada tanggal 1 maret 1945 Letnan Jendral
Kumakici Harada, pimpinan pemerintah pendudukan Jepang di Jawa,
mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Cosakai). Pembentukan badan ini
bertujuan untuk menyelidiki hal-hal penting menyangkut pembentukan
negara Indonesia merdeka. Pengangkatan pengurus ini diumumkan pada
tanggal 29 April 1945. dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat diangkat
sebagai ketua (Kaico). Sedangkan yang duduk sebagai Ketua Muda (Fuku
Kaico) pertama dijabat oleh seorang Jepang, Shucokan Cirebon yang
bernama Icibangase. R.P. Suroso diangkat sebagai Kepala Sekretariat
dengan dibantu oleh Toyohito Masuda dan Mr. A.G. Pringgodigdo.
B. SIDANG-SIDANG BPUPKI
Pada tanggal 28 Mei 1945 dilangsungkan upacara peresmian Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan bertempat di gedung Cuo
Sangi In, Jalan Pejambon (sekarang Gedung Departemen Luar Negeri),
Jakarta. Upacara peresmian itu dihadiri pula oleh dua pejabat Jepang,
yaitu : Jenderal Itagaki (Panglima Tentara Ketujuh yang bermarkas di
Singapura dan Letnan Jenderal Nagano (Panglima Tentara Keenambelas yang
baru). Pada kesempatan itu dikibarkan bendera Jepang, Hinomaru oleh Mr.
A.G. Pringgodigdo yang disusul dengan pengibaran bendera Sang Merah
Putih oleh Toyohiko Masuda. Peristiwa itu membangkitkan semangat para
anggota dalam usaha mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Sidang BPUPKI
Persidangan BPUPKI untuk merumuskan Undang-undang Dasar diawali dengan
pembahasan mengenai persoalan “dasar” bagi Negara Indonesia Merdeka.
Untuk itulah pada kata pembukaannya, ketua BPUPKI, dr. Radjiman
Wediodiningrat meminta pandangan para anggota mengenai dasar Negara
Indonesia merdeka tersebut. Tokoh yang pertama kali mendapatkan
kesempatan untuk mengutarakan rumusan Dasar Negara Indonesia Merdeka
adalah Mr. Muh. Yamin. Pada hari pertama persidangan pertama tanggal 29
Mei 1945, Muh. Yamin mengemukakan lima “Azas Dasar Negara Kebangsaan
Republik Indonesia” sebagai berikut :
1. Peri Kebangsaan;
2. Peri Kemanusiaan;
3. Peri Ke-Tuhanan;
4. Peri Kerakyatan;
5. Kesejahteraan Rakyat.
Dua hari kemudian pada tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Mr. Supomo
mengajukan Dasar Negara Indonesia Merdeka adalah sebagai berikut :
1. persatuan
2. kekeluargaan
3. keseimbangan
4. musyawarah
5. keadilan sosial
Keesokan harinya pada tanggal 1 Juni 1945 berlangsunglah rapat terakhir
dalam persidangan pertama itu. Pada kesempatan itulah Ir. Sukarno
mengemukakan pidatonya yang kemudian dikenal sebagai “Lahirnya
Pancasila”. Keistimewaan pidato Ir. Sukarno adalah selain berisi
pandangan mengenai Dasar Negara Indonesia Merdeka, juga berisi usulan
mengenai nama bagi dasar negara, yaitu : Pancasila, Trisila, atau
Ekasila. “Selanjutnya sidang memilih nama Pancasila sebagai nama dasar
negara. Lima dasar negara yang diusulkan oleh Ir. Sukarno adalah sebagai
berikut :
1. Kebangsaan Indonesia;
2. Internasionalisme atau peri-kemanusiaan;
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial;
5. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Persidangan pertama BPUPKI berakhir pada tanggal 1 Juni 1945. Sidang
tersebut belum menghasilkan keputusan akhir mengenai Dasar Negara
Indonesia Merdeka. Selanjutnya diadakan masa “reses” selama satu bulan
lebih.
Pada tanggal 22 Juni 1945 BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang
beranggotakan 9 orang. Oleh karena itu panitia ini juga disebut sebagai
Panitia Sembilan. Anggota-anggota Panitia Sembilan ini adalah sebagai
berikut :
1. Ir. Sukarno
2. Drs. Moh. Hatta
3. Muh. Yamin
4. Mr. Ahmad Subardjo
5. Mr. A.A. Maramis
6. Abdulkadir Muzakkir
7. K.H. Wachid Hasyim
8. K.H. Agus Salim
9. Abikusno Tjokrosujoso.
Musyawarah dari Panitia Sembilan ini kemudian menghasilkan suatu rumusan
yang menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan Negara Indonesia
Merdeka. Oleh Muh.Yamin rumusan itu diberi nama Jakarta Charter atau
Piagam Jakarta. Rumusan draft dasar negara Indonesia Merdeka itu adalah :
1. Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2. (menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
5. (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada tanggal 10 Juli 1945 dibahas Rencana Undang-undang Dasar, termasuk
soal pembukaan atau preambule-nya oleh sebuah Panitia Perancang
Undang-undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Sukarno dan beranggotakan 21
orang. Pada tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-undang Dasar
dengan suara bulat menyetujui isi preambule (pembukaan) yang diambil
dari Piagam Jakarta.
Selanjutnya panitia tersebut membentuk Panitia Kecil Perancang
Undang-undang Dasar yang diketuai Prof. Dr. Mr. Supomo dengan anggotanya
Mr. Wongsonegoro, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P.
Singgih, H. Agus Salim dan Sukiman. Hasil perumusan panitia kecil ini
kemudian disempurnakan bahasanya oleh Panitia Penghalus Bahasa yang
terdiri dari Husein Djajadiningrat, Agus Salim dan Supomo.
Persidangan kedua BPUPKI dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 1945 dalam
rangka menerima laporan Panitia Perancang Undang-undang Dasar. Ir.
Sukarno selaku ketua panitia melaporkan tiga hasil, yaitu :
1. Pernyataan Indonesia Merdeka;
2. Pembukaan Undang-undang Dasar;
3. Undang-undang Dasar (batang tubuh);
C. AKTIVITAS GOLONGAN MUDA
Angkatan Moeda Indonesia dan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia
Sebelum BPUPKI dibentuk di Bandung pada tanggal 16 Mei 1945 telah
diadakan Kongres Pemuda Seluruh Jawa yang diprakarsai Angkatan Moeda
Indonesia. Organisasi itu sebenarnya dibentuk atas inisitaif Jepang pada
pertengahan 1944, akan tetapi kemudian berkembang menjadi suatu
pergerakan pemuda yang anti-Jepang. Kongres pemuda itu dihadiri oleh
lebih 100 utusan pemuda, pelajar dan mahasiswa seluruh Jawa diantaranya
Djamal Ali, Chairul Saleh, Anwar Tjokroaminoto, Harsono Tjokroaminoto
serta sejumlah mahasiswa Ika Daigaku Jakarta. Kongres menghimbau para
pemuda di Jawa hendaknya bersatu dan mempersiapkan diri untuk
melaksanakan proklamasi kemerdekaan yang bukan hadiah Jepang. Setelah
tiga hari berlangsung kongres akhirnya memutuskan dua buah resolusi,
yaitu:
1. semua golongan Indonesia, terutama golongan pemuda dipersatukan dan dibulatkan dibawah satu pimpinan nasional.
2. dipercepatnya pelaksanaan pernyataan kemerdekaan Indonesia.
Walaupun demikian kongres pun akhirnya menyatakan dukungan sepenuhnya
dan kerjasama erat dengan Jepang dalam usaha mencapai kemerdekaan.
Pernyataan tersebut tidak memuaskan beberapa tokoh pemuda yang hadir,
seperti utusan dari Jakarta yang dipimpin oleh Sukarni, Harsono
Tjokroaminoto dan Chairul Saleh. Mereka bertekad untuk menyiapkan suatu
gerakan pemuda yang lebih radikal. Untuk itulah pada tanggal 3 Juni 1945
diadakan suatu pertemuan rahasia di Jakarta untuk membentuk suatu
panitia khusus yang diketuai oleh B.M. Diah, dengan anggotanya Sukarni,
Sudiro, Sjarif Thajeb, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Chairul Saleh, P.
Gultom, Supeno dan Asmara Hadi.
Pertemuan semacam itu diadakan lagi pada tanggal 15 Juni 1945, yang
menghasilkan pembentukan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia. Dalam
prakteknya kegiatan organisasi itu banyak dikendalikan oleh para pemuda
dari Asrama Menteng 31. Tujuan dari gerakan itu, seperti yang tercantum
di dalam surat kabar Asia Raja pada pertengahan bulan Juni 1945,
menunjukkan sifat gerakan yang lebih radikal sebagai berikut :
1. mencapai persatuan kompak di antara seluruh golongan masyarakat Indonesia;
2. menanamkan semangat revolusioner massa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat yang berdaulat;
3. membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
4. mempersatukan Indonesia bahu-membahu dengan Jepang, tetapi jika perlu
gerakan itu bermaksud untuk mencapai kemerdekaan dengan kekuatannya
sendiri.
Gerakan Rakyat Baroe
Gerakan Rakyat Baroe dibentuk berdasarkan hasil sidang ke-8 Cuo Sangi
In yang mengusulkan berdirinya suatu gerakan untuk mengobar-ngobarkan
semangat cinta kepada tanah air dan semangat perang. Pembentukan badan
ini diperkenankan oleh Saiko Shikikan yang baru, Letnan Jenderal Y.
Nagano pada tanggal 2 juli 1945. Susunan pengurus pusat organisasi ini
terdiri dari 80 orang. Anggotanya terdiri atas penduduk asli Indonesia
dan bangsa Jepang, golongan Cina, golongan Arab dan golongan peranakan
Eropa. Tokoh-tokoh pemuda radikal seperti Chairul Saleh, Sukarni, B.M.
Diah, Asmara Hadi, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Sudiro, Supeno, Adam
Malik, S.K. Trimurti, Sutomo dan Pandu Kartawiguna diikutsertakan dalam
organisasi tersebut.
Tujuan pemerintah Jepang mengangkat wakil-wakil golongan muda di dalam
organisasi itu adalah agar pemerintah Jepang dapat mengawasi
kegiatan-kegiatan mereka. Sumobuco Mayor Jenderal Nishimura menegaskan
bahwa setiap pemuda yang tergabung di dalamnya harus tunduk sepenuhnya
kepada Gunseikanbu (pemerintah militer Jepang) dan mereka harus bekerja
dibawah pengawasan pejabat-pejabat pemerintah. Dengan demikian berarti
kebebasan bergerak para pemuda dibatasi, sehingga timbullah rasa tidak
puas. Oleh karena itulah, tatkala Gerakan Rakyat Baroe ini diresmikan
pada tanggal 28 Juli 1945, tidak seorang pun pemuda radikal yang
bersedia memduduki kursi yang telah disediakan. Sehingga nampak semakin
tajam perselisihan paham antara golongan tua dan golongan muda tentang
cara melaksanakan pembentukan negara Indonesia Merdeka.
D. PEMBENTUKAN PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya
pemerintah pendudukan Jepang membentuk PPKI (Dokuritsu Junbi Inkai).
Sebanyak 21 anggota PPKI yang terpilih tidak hanya terbatas pada
wakil-wakil dari Jawa yang berada di bawah pemerintahan Tentara
Keenambelas, tetapi juga dari berbagai pulau, yaitu : 12 wakil dari
Jawa, 3 wakil dari Sumatera, 2 wakil dari Sulawesi, seorang dari
Kalimantan, seorang dari Sunda Kecil (Nusatenggara), seorang dari Maluku
dan seorang lagi dari golongan penduduk Cina. Ir. Sukarno ditunjuk
sebagai ketua PPKI dan Drs. Moh. Hatta ditunjuk sebagai wakil ketuanya.
Sedangkan Mr. Ahmad Subardjo ditunjuk sebagai penasehatnya.
Kepada para anggota PPKI, Gunseikan Mayor Jenderal Yamamoto menegaskan
bahwa para anggota PPKI tidak hanya dipilih oleh pejabat di lingkungan
Tentara Keenambelas, akan tetapi oleh Jenderal Besar Terauci sendiri
yang menjadi penguasa perang tertinggi di seluruh Asia Tenggara.
Dalam rangka pengangkatan itulah, Jenderal Besar Terauci memanggil tiga
tokoh Pergerakan Nasional, yaitu Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta dan dr.
Radjiman Wediodiningrat. Pada tanggal 9 Agustus 1945 mereka berangkat
menuju markas besar Terauci di Dalat, Vietnam Selatan. Dalam pertemuan
di Dalat pada tanggal 12 Agustus 1945 Jenderal Besar Terauci
menyampaikan kepada ketiga tokoh itu bahwa Pemerintah Kemaharajaan telah
memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Pelaksanaannya dapat dilakukan segera setelah persiapannya selesai oleh
PPKI. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia
Belanda.
Ketika ketiga tokoh itu berangkat kembali menuju Jakarta pada tanggal 14
Agustus 1945, Jepang telah dibom atom oleh Sekutu di kota Hirosima dan
Nagasaki. Bahkan Uni Soviet mengingkari janjinya dan menyatakan perang
terhadap Jepang seraya melakukan penyerbuan ke Manchuria. Dengan
demikian dapat diramalkan bahwa kekalahan Jepang akan segera terjadi.
Keesokan harinya, pada tanggal 15 Agustus 1945 Sukarno-Hatta tiba
kembali di tanah air. Dengan bangganya Ir. Sukarno berkata :
“Sewaktu-waktu kita dapat merdeka; soalnya hanya tergantung kepada saya
dan kemauan rakyat memperbarui tekadnya meneruskan perang suci Dai Tao
ini. Kalau dahulu saya berkata ‘Sebelum jagung berbuah, Indonesia akan
merdeka : sekarang saya dapat memastikan Indonesia akan merdeka, sebelum
jagung berbuah.” Perkataan itu menunjukkan bahwa Ir. Sukarno pada saat
itu belum mengetahui bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.
E. PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA GOLONGAN TUA DAN GOLONGAN MUDA
Berita tentang kekalahan Jepang, diketahui oleh sebagian golongan muda
melalui radio siaran luar negeri. Pada malam harinya Sutan syahrir
menyampaikan berita itu kepada Moh. Hatta. Syahrir juga menanyakan
mengenai kemerdekaan Indonesia sehubungan dengan peristiwa tersebut.
Moh. Hatta berjanji akan menanyakan hal itu kepada Gunseikanbu. Setelah
yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, Moh. Hatta mengambil
keputusan untuk segera mengundang anggota PPKI.
Selanjutnya golongan muda mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga
Bakteriologi di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta. Rapat dilaksanakan
pada tanggal 15 agustus 1945, pukul 20.30 waktu Jawa. Rapat yang
dipimpin oleh Chairul Saleh itu menghasilkan keputusan “ kemerdekaan
Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat
digantungkan pada orang dan negara lain. Segala ikatan dan hubungan
dengan janji kemerdekaan dari Jepang harus diputuskan dan sebaliknya
diharapkan diadakan perundingan dengan golongan muda agar mereka
diikutsertakan dalam pernyataan proklamasi.”
Keputusan rapat itu disampaikan oleh Wikana dan Darwis pada pukul 22.30
waktu Jawa kepada Ir. Sukarno di rumahnya, Jl. Pegangsaan Timur 56,
Jakarta. Kedua utusan tersebut segera menyampaikan keputusan golongan
muda agar Ir. Sukarno segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
tanpa menunggu hadiah dari Jepang. Tuntutan Wikana yang disertai ancaman
bahwa akan terjadi pertumpahan darah jika Ir. Sukarno tidak menyatakan
proklamasi keesokan harinya telah menimbulkan ketegangan. Ir. Sukarno
marah dan berkata “Ini leher saya, seretlah saya ke pojok itu dan
sudahilah nyawa saya malam ini juga, jangan menunggu sampai besok. Saya
tidak bisa melepaskan tanggungjawab saya sebagai ketua PPKI. Karena itu
saya tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok”. Ketegangan itu juga
disaksikan oleh golongan tua lainnya seperti : Drs. Moh. Hatta, dr.
Buntaran, dr. Samsi, Mr. Ahmad Subardjo dan Iwa Kusumasumantri.
Dalam diskusi antara Darwis dan Wikana, Moh. Hatta berkata, “Dan kami
pun tak dapat ditarik-tarik atau didesak supaya mesti juga mengumumkan
proklamasi itu. Kecuali jiak Saudara-saudara memang sudah siap dan
sanggup memproklamasikan. Cobalah! Saya pun ingin melihat kesanggupan
Saudara-saudara !” Utusan itu pun menjawab “Kalau begitu pendirian
Saudara-saudara berdua, baiklah ! Dan kami pemuda-pemuda tidak dapat
menanggung sesuatu, jika besok siang proklamasi belum juga diumumkan.
Kami pemuda-pemuda akan bertindak dan menunjukkan kesanggupan yang
saudara kehendaki itu!”
F. PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Sekitar pukul 12.00 kedua utusan meninggalkan halaman rumah Ir. Sukarno
dengan diliputi perasaan kesal memikirkan sikap dan perkataan
sukarno-Hatta. Sesampainya mereka di tempat rapat, mereka melaporkan
semuanya. Menanggapi hal itu kembali golongan muda mengadakan rapat
dini hari tanggal 16 Agustus 1945 di asrama Baperpi, Jalan Cikini 71,
Jakarta. Selain dihadiri oleh para pemuda yang mengikuti rapat
sebelumnya, rapat ini juga dihadiri juga oleh Sukarni, Jusuf Kunto, dr.
Muwardi dari Barisan Pelopor dan Shudanco Singgih dari Daidan PETA
Jakarta Syu. Rapat ini membuat keputusan “menyingkirkan Ir. Sukarno dan
Drs. Moh. Hatta ke luar kota dengan tujuan untuk menjauhkan mereka dari
segala pengaruh Jepang”. Untuk menghindari kecurigaan dari pihak Jepang,
Shudanco Singgih mendapatkan kepercayaan untuk melaksanakan rencana
tersebut.
Rencana ini berjalan lancar karena mendapatkan dukungan perlengkapan
Tentara PETA dari Cudanco Latief Hendraningrat yang pada saat itu sedang
menggantikan Daidanco Kasman Singodimedjo yang sedang bertugas ke
Bandung. Maka pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30 waktu Jawa
sekelompok pemuda membawa Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota
menuju Rengasdengklok, sebuah kota kawedanan di pantai utara Kabupaten
Karawang. Alasan yang mereka kemukakan ialah bahwa keadaan di kota
sangat genting, sehingga keamanan Sukarno-Hatta di dalam kota sangat
dikhawatirkan. Tempat yang dituju merupakan kedudukan sebuah cudan
(kompi) tentara PETA Rengasdengklok dengan komandannya Cudanco Subeno.
Sehari penuh Sukarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Kewibawaan yang
besar dari kedua tokoh ini membuat para pemuda segan untuk melakukan
penekanan lebih jauh. Namun dalam suatu pembicaraan berdua dengan Ir.
Sukarno, Shudanco Singgih beranggapan Sukarno bersedia untuk menyatakan
proklamasi segera setelah kembali ke Jakarta. Oleh karena itulah Singgih
pada tengah hari itu kembali ke Jakarta untuk menyampaikan rencana
proklamasi kepada kawan-kawannya.
Sementara itu di Jakarta para anggota PPKI yang diundang rapat pada
tanggal 16 agustus memenuhi undangannya dan berkumpul di gedung Pejambon
2. Akan tetapi rapat itu tidak dapat dihadiri oleh pengundangnya
Sukarno-Hatta yang sedang berada di Rengasdengklok. Oleh karena itu
mereka merasa heran. Satu-satu jalan untuk mengetahui mereka adalah
melalui Wikana salah satu utusan yang bersitegang dengan Sukarno-Hatta
malam harinya. Oleh karena itulah Mr. Ahmad Subardjo mendekati Wikana.
Selanjutnya antara kedua tokoh golongan tua dan tokoh golongan muda itu
tercapai kesepakatan bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus dilaksanakan di
Jakarta. Karena adanya kesepakatan itu, maka Jusuf Kunto dari golongan
muda bersedia mengantarkan Mr. Ahmad Subardjo bersama sekretarisnya,
Sudiro (Mbah) ke Rengasdengklok. Rombongan ini tiba pada pukul 18.00
waktu Jawa. Selanjutnya Ahmad Subardjo memberikan jaminan dengan taruhan
nyawa bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada keesokan harinya
tanggal 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan adanya
jaminan itu, maka komandan kompi PETA Rengasdengklok, Cudanco Subeno
bersedia melepaskan Ir. Sukarno dan Drs. Moh Hatta kembali ke Jakarta.
G. PERUMUSAN TEKS PROKLAMASI
Rombongan tiba kembali di Jakarta pada pukul 23.30 waktu Jawa. Setelah
Sukarno dan Hatta singgah di rumah masing-masing rombongan kemudian
menuju ke rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1, Jakarta
(sekarang Perpustakaan Nasional). Hal itu juga disebabkan Laksamana
Tadashi Maeda telah menyampaikan kepada Ahmad Subardjo (sebagai salah
satu pekerja di kantor Laksamana Maeda) bahwa ia menjamin keselamatan
mereka selama berada di rumahnya.
Sebelum mereka memulai merumuskan naskah proklamasi, terlebih dahulu
Sukarno dan Hatta menemui Somubuco (Kepala Pemerintahan Umum) Mayor
Jenderal Nishimura, untuk menjajagi sikapnya mengenai Proklamasi
Kemerdekaan. Mereka ditemani oleh Laksamana Maeda, Shigetada Nishijima
dan Tomegoro Yoshizumi serta Miyoshi sebagai penterjemah. Pertemuan itu
tidak mencapai kata sepakat. Nishimura menegaskan bahwa garis kebijakan
Panglima Tentara Keenambelas di Jawa adalah “dengan menyerahnya Jepang
kepada sekutu berlaku ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan
lagi merubah status quo (status politik Indonesia). Sejak tengah hari
sebelumnya tentara Jepang semata-mata sudah merupakan alat Sekutu dan
diharuskan tunduk kepada sekutu”. Berdasarkan garis kebijakan itu
Nishimura melarang Sukarno-Hatta untuk mengadakan rapat PPKI dalam
rangka proklamasi kemerdekaan.
Sampailah Sukarno-Hatta pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi
membicarakan kemerdekaan Indonesia dengan pihak Jepang. Akhirnya mereka
hanya mengharapkan pihak Jepang tidak menghalang-halangi pelaksanaan
proklamasi yang akan dilaksanakan oleh rakyat Indonesia sendiri. Maka
mereka kembali ke rumah Laksamana Maeda. Sebagai tuan rumah Maeda
mengundurkan diri ke lantai dua. Sedangkan di ruang makan, naskah
proklamasi dirumuskan oleh tiga tokoh golongan tua, yaitu : Ir. Sukarno,
Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Subardjo. Peristiwa ini disaksikan oleh
Miyoshi sebagai orang kepercayaan Nishimura, bersama dengan tiga orang
tokoh pemuda lainnya, yaitu : Sukarni, Mbah Diro dan B.M. Diah.
Sementara itu tokoh-tokoh lainnya, baik dari golongan muda maupun
golongan tua menunggu di serambi muka.
Ir. Sukarno yang menuliskan konsep naskah proklamasi, sedangkan Drs.
Moh. Hatta dan Mr Ahmad Subardjo menyumbangkan pikiran secara lisan.
Kalimat pertama dari naskah proklamasi merupakan saran dari Mr. Ahmad
Subardjo yang diambil dari rumusan BPUPKI. Sedangkan kalimat terakhir
merupakan sumbangan pikiran dari Drs. Moh. Hatta. Hal itu disebabkan
menurut beliau perlu adanya tambahan pernyataan pengalihan kekuasaan
(transfer of sovereignty). Sehingga naskah proklamasi yang dihasilkan
adalah sebagai berikut :
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselengarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja
Djakarta, 17 – 8 –‘05
Wakil-2 bangsa Indonesia,
Pada pukul 04.30 waktu Jawa konsep naskah proklamasi selesai disusun.
Selanjutnya mereka menuju ke serambi muka menemui para hadirin yang
menunggu. Ir. Sukarno memulai membuka pertemuan dengan membacakan naskah
proklamasi yang masih merupakan konsep tersebut. Ir. Sukarno meminta
kepada semua hadirin untuk menandatangani naskah proklamasi selaku
wakil-wakil bangsa Indonesia. Pendapat itu diperkuat oleh Moh. Hatta
dengan mengambil contoh naskah “Declaration of Independence” dari
Amerika Serikat. Usulan tersebut ditentang oleh tokoh-tokoh pemuda.
Karena mereka beranggapan bahwa sebagian tokoh-tokoh tua yang hadir
adalah “budak-budak” Jepang. Selanjutnya Sukarni, salah satu tokoh
golongan muda, mengusulkan agar yang menandatangani naskah proklamasi
cukup Sukarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Setelah usulan Sukarni itu disetujui, maka Ir. Sukarno meminta kepada
Sajuti Melik untuk mengetik naskah tulisan tangan Sukarno tersebut,
dengan disertai perubahan-perubahan yang telah disepakati. Ada tiga
perubahan yang terdapat pada naskah ketikan Sajuti Melik, yaitu : kata
“tempoh” diganti “tempo”, sedangkan kata “wakil-wakil bangsa Indonesia”
diganti dengan “Atas nama bangsa Indonesia”. Perubahan juga dilakukan
dalam cara menuliskan tanggal, yaitu “Djakarta, 17-8-05” menjadi
“Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05”. Sehingga naskah proklamasi
ketikan Sajuti Melik itu, adalah sebagai berikut :
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselengarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05
Atas nama bangsa Indonesia,
Soekarno/Hatta
(tandatangan Sukarno)
(tandatangan Hatta)
Selanjutnya timbul persoalan dimanakah proklamasi akan diselenggarakan.
Sukarni mengusulkan bahwa Lapangan Ikada (sekarang bagian tenggara
lapangan Monumen Nasional) telah dipersiapkan bagi berkumpulnya
masyarakat Jakarta untuk mendengar pembacaan naskah Proklamasi. Namun
Ir. Sukarno menganggap lapangan Ikada adalah salah satu lapangan umum
yang dapat menimbulkan bentrokan antara rakyat dengan pihak militer
Jepang. Oleh karena itu Bung Karno mengusulkan agar upacara proklamasi
dilaksanakan di rumahnya, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 dan disetujui
oleh para hadirin.
H. PELAKSANAAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945
Pada pukul 05.00 waktu Jawa tanggal 17 Agustus 1945, para pemimpin
Indonesia dari golongan tua dan golongan muda keluar dari rumah
Laksamana Maeda. Mereka pulang ke rumah masing-masing setelah berhasil
merumuskan naskah proklamasi. Mereka telah sepakat untuk
memproklamasikan kemerdekaan pada pukul 10.30 waktu Jawa atau pukul
10.00 WIB sekarang. Sebelum pulang Bung Hatta berpesan kepada para
pemuda yang bekerja di kantor berita dan pers, utamanya B.M. Diah untuk
memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkannya ke seluruh dunia.
Pagi hari itu, rumah Ir. Sukarno dipadati oleh sejumlah massa pemuda
yang berbaris dengan tertib. Untuk menjaga keamanan upacara pembacaan
proklamasi, dr. Muwardi (Kepala Keamanan Ir. Sukarno) meminta kepada
Cudanco Latief Hendraningrat untuk menugaskan anak buahnya berjaga-jaga
di sekitar rumah Ir. Sukarno. Sedangkan Wakil Walikota Suwirjo
memerintahkan kepada Mr. Wilopo untuk mempersiapkan pengeras suara.
Untuk itu Mr. Wilopo dan Nyonopranowo pergi ke rumah Gunawan pemilik
toko radio Satria di Jl. Salemba Tengah 24, untuk meminjam mikrofon dan
pengeras suara. Sudiro yang pada waktu itu juga merangkap sebagai
sekretaris Ir. Sukarno memerintahkan kepada S. Suhud (Komandan Pengawal
Rumah Ir. Sukarno) untuk menyiapkan tiang bendera. Suhud kemudian
mencari sebatang bambu di belakang rumah. Bendera yang akan dikibarkan
sudah dipersiapkan oleh Nyonya Fatmawati.
Menjelang pukul 10.30 para pemimpin bangsa Indonesia telah berdatangan
ke Jalan Pegangsaan Timur. Diantara mereka nampak Mr. A.A. Maramis, Ki
Hajar Dewantara, Sam Ratulangi, K.H. Mas Mansur, Mr. Sartono, M.
Tabrani, A.G. Pringgodigdo dan sebagainya. Adapun susunan acara yang
telah dipersiapkan adalah sebagai berikut:
Pertama, Pembacaan Proklamasi;
Kedua, Pengibaran Bendera Merah Putih;
Ketiga, Sambutan Walikota Suwirjo dan Muwardi.
Lima menit sebelum acara dimulai, Bung Hatta datang dengan berpakaian
putih-putih. Setelah semuanya siap, Latief Hendraningrat memberikan
aba-aba kepada seluruh barisan pemuda dan mereka pun kemudian berdiri
tegak dengan sikap sempurna. Selanjutnya Latif mempersilahkan kepada Ir.
Sukarno dan Moh. Hatta. Dengan suara yang mantap Bung Karno mengucapkan
pidato pendahuluan singkat yang dilanjutkan dengan pembacaan teks
proklamasi.
Acara dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih. S. Suhud
mengambil bendera dari atas baki yang telah disediakan dan
mengikatkannya pada tali dengan bantuan Cudanco Latif Hendraningrat.
Bendera dinaikkan perlahan-lahan. Tanpa dikomando para hadirin spontan
menyanyikan Indonesia Raya. Acara selanjutnya adalah sambutan dari
Walikota Suwirjo dan dr. Muwardi.
Berita proklamasi yang sudah meluas di seluruh Jakarta disebarkan ke
seluruh Indonesia. Pagi hari itu juga, teks proklamsi telah sampai di
tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Berita Domei, Waidan B.
Palenewen. Segera ia memerintahkan F. Wuz untuk menyiarkan tiga kali
berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz menyiarkan berita itu, masuklah
orang Jepang ke ruangan radio. Dengan marah-marah orang Jepang itu
memerintahkan agar penyiaran berita itu dihentikan. Tetapi Waidan
memerintahkan kepada F. Wuz untuk terus menyiarkannya. Bahkan berita itu
kemudian diulang setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran
radio itu berhenti. Akibatnya, pucuk pimpinan tentara Jepang di Jawa
memerintahkan untuk meralat berita itu. Dan pada hari Senin tanggal 20
Agustus 1945 pemancar itu disegel dan pegawainya dilarang masuk.
Walaupun demikian para tokoh pemuda tidak kehilangan akal. Mereka
membuat pemancar baru dengan bantuan beberapa orang tehnisi radio,
seperti : Sukarman, Sutamto, Susilahardja dan Suhandar. Sedangkan
alat-alat pemancar mereka ambil bagian-demi bagian dari kantor betita
Domei, kemudian dibawa ke Jalan Menteng 31. Maka terciptalah pemancar
baru di Jalan Menteng 31. Dari sinilah seterusnya berita proklamasi
disiarkan.
Selain lewat radio, berita proklamasi juga disiarkan lewat pers dan
surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya
tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi dan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia.
MAKNA PROKLAMASI BAGI BANGSA INDONESIA
Pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 hari Jum’at dibacakan teks
proklamasi kemerdekaan Indonesia yang sebelumnya dilakukan pengibaran
bendera Merah Putih dan sambutan Walikota Soewiryo dan dr Muwardi.
Peristiwa besar itu hanya berlangsung selama kurang lebih satu jam
dengan penuh khidmat, sekalipun sangat sederhana namun membawa perubahan
yang luar biasa dalam kehidupan bangsa Indonesia yaitu Indonesia bebas
dari belenggu penjajah.
PEMBENTUKAN BADAN KELENGKAPAN NEGARA
Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI melakukan rapat yang membahas :
1. Penetapan dan pengesahan Pembukaan UUD 1945
2. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
3. Pembentukan Badan Komite Nasional sebagai pembantu presiden
Pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI mengadakan rapat lanjutan yang menghasilkan :
1. Penetapan 12 menteri yang membantu tugas presiden
2. Membagi wilayah Indonesia menjadi 8 Propinsi
Pada tanggal 22 Agustus 1945 PPKI mengadakan rapat lanjutan yang menghasilkan :
1. Untuk menghadapi kekuatan Jepang dan Sekutu pemerintah Indonesia
membentuk Badan Kemanan Rakyat ( BKR ) pada tanggal 22 Agustus 1945 yang
berada di bawah wewenang KNIP. Oleh karena datangnya pasukan Sekutu dan
NICA yang silih berganti sehingga pemerintah memutuskan dibentuknya
Tentara Keamanan Rakyat ( TKR ) pada tanggal 5 Oktober 1945.Pada tanggal
1 Januari 1946 diubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat ( TKR ) lalu
tanggal 26 Januari berubah menjadi Tentara Republik Indonesia ( TRI ).
Untuk menyempurnakan TRI maka pemerintah membentuk Tentara Nasional
Indonesia ( TNI ) tanggal 7 Juni 1947.
BAB 2
PERKEMBANGAN EKONOMI POLITIK
PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN
KEADAAN EKONOMI-KEUANGAN PADA AWAL KEMERDEKAAN
A. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MEMBURUKNYA KEADAAN EKONOMI DAN KEUANGAN DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN
Pada akhir pendudukan Jepang dan pada awal berdirinya Republik Indonesia
keadaan ekonomi Indonesia sangat kacau. Hal ini disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
1. Inflasi yang sangat tinggi (Hiper-Inflasi).
Penyebab terjadinya inflasi ini adalah beredarnya mata uang pendudukan
Jepang secara tak terkendali. Pada saat itu diperkirakan mata uang
Jepang yang beredar di masyarakat sebesar 4 milyar. Dari jumlah
tersebut, yang beredar di Jawa saja, diperkirakan sebesar 1,6 milyar.
Jumlah itu kemudian bertambah ketika pasukan Sekutu berhasil menduduki
beberapa kota besar di Indonesia dan meguasai bank-bank. Dari bank-bank
itu Sekutu mengedarkan uang cadangan sebesar 2,3 milyar untuk keperluan
operasi mereka. Kelompok masyarakat yang paling menderita akibat inflasi
ini adalah petani. Hal itu disebabkan pada zaman pendudukan Jepang
petani adalah produsen yang paling banyak menyimpan mata-uang Jepang.
Pemerintah Republik Indonesia yang baru berdiri, tidak dapat
menghentikan peredaran mata uang Jepang tersebut, sebab negara RI belum
memiliki mata-uang baru sebagai penggantinya. Maka dari itu, untuk
sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di
wilayah RI, yaitu :
a. mata-uang De Javasche Bank;
b. mata-uang pemerintah Hindia Belanda;
c. mata-uang pendudukan Jepang.
Pada saat kesulitan ekonomi menghimpit bangsa Indonesia, tanggal 6 Maret
1946, Panglima AFNEI yang baru, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford
mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang diduduki Sekutu.
Uang NICA ini dimaksudkan sebagai pengganti uang Jepang yang nilainya
sudah sangat turun. Pemerintah melalui Perdana Menteri Syahrir memproses
tindakan tersebut. Karena hal itu berarti pihak Sekutu telah melanggar
persetujuan yang telah disepakati, yakni selama belum ada penyelesaian
politik mengenai status Indonesia, tidak akan ada mata uang baru.
Oleh karena itulah pada bulan Oktober 1946 Pemerintah RI, juga melakukan
hal yang sama yaitu mengeluarkan uang kertas baru yaitu Oeang Republik
Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang Jepang. Untuk melaksanakan
koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan, pemerintah
membentuk Bank Negara Indonesia pada tanggal 1 November 1946. Bank
Negara ini semula adalah Yayasan Pusat Bank yang didirikan pada bulan
Juli 1946 dan dipimpin oleh Margono Djojohadikusumo. Bank negara ini
bertugas mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing.
2. Adanya blokade ekonomi, oleh Belanda (NICA). Blokade laut ini
dimulai pada bulan November 1945 ini, menutup pintu keluar-masuk
perdagangan RI. Adapun alasan pemerintah Belanda melakukan blokade ini
adalah :
1. Untuk mencegah dimasukkannya senjata dan peralatan militer ke Indonesia;
2. Mencegah dikeluarkannya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya;
3. Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang bukan Indonesia.
Akibat dari blokade ini barang-barang dagangan milik pemerintah RI tidak
dapat diekspor, sehingga banyak barang-barang ekspor yang
dibumihanguskan. Selain itu Indonesia menjadi kekurangan barang-barang
impor yang sangat dibutuhkan.
3. Kas negara kosong, pajak dan bea masuk sangat berkurang, sehingga
pendapatan pemeritah semakin tidak sebanding dengan pengeluarannya.
Penghasilan pemerintah hanya bergantung kepada produksi pertanian.
Karena dukungan petani inilah pemerintah RI masih bertahan, sekali pun
keadaan ekonomi sangat buruk.
B. USAHA MENEMBUS BLOKADE EKONOMI
Usaha-usaha untuk menembus blokade ekonomi yang dilakukan oleh pihak
Belanda dilaksanakan oleh pemerintah dengan berbagai cara, diantaranya
sebagai berikut :
1. Diplomasi Beras ke India
Usaha ini lebih bersifat politis daripada ekonomis. Ketika terdengar
berita bahwa rakyat India sedang ditimpa bahaya kelaparan, pemerintah RI
segera menyatakan kesediaannya untuk membantu pemerintah India dengan
mengirimkan 500.000 ton beras, dengan harga sangat rendah. Pemerintah
bersedia melakukan hal ini karena diperkirakan pada musim panen tahun
1946 akan diperoleh surplus sebesar 200.000 sampai 400.000 ton.
Sebagai imbalannya pemerintah India menjanjikan akan mengirimkan bahan
pakaian yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Keuntungan politik
yang diperoleh oleh pemerintah RI adalah dalam forum internasional
India adalah negara Asia yang paling aktif membantu perjuangan
kemerdekaan RI.
2. Mengadakan Hubungan Dagang Langsung ke Luar Negeri
Usaha untuk membuka hubungan langsung ke luar negeri, dilakukan oleh
pihak pemerintah maupun pihak swasta. Diantara usaha-usaha tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Mengadakan kontak hubungan dengan perusahaan swasta Amerika
(Isbrantsen Inc.). Usaha ini dirintis oleh BTC (Banking and Trading
Corporation), suatu badan perdagangan semi-pemerintah yang dipimpin oleh
Dr. Sumitro Djojohadikusumo dan Dr. Ong Eng Die. Dalam transaksi
pertama pihak Amerika Serikat bersedia membeli barang-barang ekspor dari
Indonesia seperti gula, karet, teh, dan sebagainya. Kapal Isbrantsen
Inc. yang masuk ke pelabuhan Cirebon adalah kapal Martin Behrmann yang
mengangkut barang-barang pesanan RI dan akan memuat barang-barang ekspor
dari RI. Akan tetapi kapal itu dicegat oleh kapal Angkatan Laut Belanda
dan diseret ke pelabuhan Tanjung Priuk dan seluruh muatannya disita.
b. Menembus blokade ekonomi Belanda di Sumatera dengan tujuan
Singapura dan Malaysia. Oleh karena jarak perairan yang relatif dekat,
maka usaha ini dilakukan dengan perahu layar dan kapal motor cepat.
Usaha ini secara sistimatis dilakukan sejak tahun 1946 sampai dengan
akhir masa Perang Kemerdekaan. Pelaksanaan penembusan blokade ini
dilakukan oleh Angkatan Laut RI dengan dibantu oleh pemerintah daerah
penghasil barang-barang ekspor.
Sejak awal tahun 1947 pemerintah RI membentuk perwakilan resmi di
Singapura yang diberi nama Indonesia Office (Indoff). Secara resmi
Indoff ini merupakan badan yang memperjuangkan kepentingan politik di
luar negeri, namun secara rahasia juga berusaha menembus blokade dan
usaha perdagangan barter.
Kementerian Pertahanan juga membentuk perwakilannya di luar negeri yang
disebut Kementerian Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPLULN) yang dipimpin
oleh Ali Jayengprawiro. Tugas pokok badan ini adalah membeli senjata dan
perlengkapan Angkatan Perang. Sebagai pelaksana upaya menembus blokade
ini yang terkenal adalah John Lie, O.P. Koesno, Ibrahim Saleh dan Chris
Tampenawas. Selama tahun 1946 pelabuhan di Sumatera hanya Belawan yang
berhasil diduduki Belanda. Karena perairan di Sumatera sangatlah luas,
maka pihak Belanda tidak mampu melakukan pengawasan secara ketat.
Hasil-hasil dari Sumatera terutama karet yang berhasil diselundupkan ke
luar negeri, utamanya ke Singapura, mencapai jumlah puluhan ribu ton.
Selama tahun 1946 saja barang-barang yang diterima oleh Singapura dari
Sumatera seharga Straits $ 20.000.000,-. Sedangkan yang berasal dari
Jawa hanya Straits $ 1.000.000,-. Sebaliknya barang-barang yang dikirim
ke Sumatera dari Singapura seharga Straits $ 3.000.000,- dan dari
Singapura ke Jawa seharga Straits $ 2.000.000,-.
C. USAHA-USAHA MENGATASI KESULITAN EKONOMI
Pada awal kemerdekaan masih belum sempat melakukan perbaikan ekonomi
secara baik. Baru mulai Pebruari 1946, pemerintah mulai memprakarsai
usaha untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi yang mendesak.
Upaya-upaya itu diantaranya sebagai berikut :
1. Pinjaman Nasional
Program Pinjaman Nasional ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan. lr.
Surachman dengan persetujuan BP-KNIP. Pinjaman Nasional akan dibayar
kembali selama jangka waktu 40 tahun. Besar pinjaman yang dilakukan pada
bulan Juli 1946 sebesar Rp. 1.000.000.000,00. Pada tahun pertama
berhasil dikumpulkan uang sejumlah Rp. 500.000.000,00. Sukses yang
dicapai ini menunjukkan besarnya dukungan dan kepercayaan rakyat kepada
Pemerintah RI.
2. Konferensi Ekonomi, Februari 1946
Konferensi ini dihadiri oleh para cendekiawan, para gubernur dan para
pejabat lainnya yang bertanggungjawab langsung mengenai masalah ekonomi
di Jawa. Konferensi ini dipimpin oleh Menteri Kemakmuran, Ir. Darmawan
Mangunkusumo. Tujuan konferensi ini adalah untuk memperoleh kesepakatan
yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak,
seperti :
a. masalah produksi dan distribusi makanan
Dalam masalah produksi dan distribusi bahan makanan disepakati bahwa
sistem autarki lokal sebagai kelanjutan dari sistem ekonomi perang
Jepang, secara berangsur-angsur akan dihapuskan dan diganti dengan
sistem desentralisasi.
b. masalah sandang
Mengenai masalah sandang disepakati bahwa Badan Pengawasan Makanan
Rakyat diganti dengan Badan Persediaan dan Pembagian Makanan (PPBM) yang
dipimpin oleh dr. Sudarsono dan dibawah pengawasan Kementerian
Kemakmuran. PPBM dapat dianggap sebagai awal dari terbentuknya Badan
Urusan Logistik (Bulog).
c. status dan administrasi perkebunan-perkebunan
Mengenai masalah penilaian kembali status dan administrasi perkebunan
yang merupakan perusahaan vital bagi RI, konferensi ini menyumbangkan
beberapa pokok pikiran. Pada masa Kabinet Sjahrir, persoalan status dan
administrasi perkebunan ini dapat diselesaikan. Semua perkebunan
dikuasai oleh negara dengan sistem sentralisasi di bawah pengawasan
Kementerian Kemakmuran.
Konferensi Ekonomi kedua diadakan di Solo pada tanggal 6 Mei 1946.
Konferensi kedua ini membahas masalah perekonomian yang lebih luas,
seperti program ekonomi pemerintah, masalah keuangan negara,
pengendalian harga, distribusi dan alokasi tenaga manusia. Dalam
konferensi ini Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta memberikan saran-saran
yang berkaitan dengan masalah rehabilitasi pabrik gula. Hal ini
disebabkan gula merupakan bahan ekspor yang penting, oleh karena itu
pengusahaannya harus dikuasai oleh negara. Hasil ekspor ini diharapkan
dapat dibelikan atau ditukar dengan barang-barang lainnya yang
dibutuhkan RI.
Saran yang disampaikan oleh Wakil Presiden ini dapat direalisasikan pada
tanggal 21 Mei 1946 dengan dibentuknya Badan Penyelenggara Perusahaan
Gula Negara (BPPGN) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 3/1946.
Peraturan tersebut disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah No. 4
tahun 1946, tanggal 6 Juni 1946 mengenai pembentukan Perusahaan
Perkebunan Negara (PPN).
3. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) pada tanggal 19 Januari 1947
Pembentukan Badan ini atas inisiatif Menteri Kemakmuran, dr. A.K. Gani.
Badan ini merupakan badan tetap yang bertugas membuat rencana
pembangunan ekonomi untuk jangka waktu 2 sampai 3 tahun. Sesudah Badan
Perancang ini bersidang, A.K. Gani mengumumkan Rencana Pembangunan
Sepuluh Tahun. Untuk mendanai Rencana Pembangunan ini terbuka baik bagi
pemodal dalam negeri maupun bagi pemodal asing. Untuk menampung dana
pembangunan tersebut pemerintah akan membentuk Bank Pembangunan.
Pada bulan April 1947, Badan Perancang ini diperluas menjadi Panitia
Pemikir Siasat Ekonomi yang dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Moh.
Hatta, sedangkan A.K. Gani sebagai wakilnya. Panitia ini bertugas
mempelajari, mengumpulkan data dan memberikan saran kepada pemerintah
dalam merencanakan pembangunan ekonomi dan dalam rangka melakukan
perundingan dengan pihak Belanda.
Semua hasil pemikiran ini belum berhasil dilaksanakan dengan baik,
karena situasi politik dan militer yang tidak memungkinkan. Agresi
Militer Belanda mengakibatkan sebagian besar daerah RI yang memiliki
potensi ekonomi baik, jatuh ke tangan Belanda. Wilayah RI tinggal
beberapa keresidenan di Jawa dan Sumatera yang sebagian besar tergolong
sebagai daerah minus dan berpenduduk padat. Pecahnya Pemberontakan PKI
Madiun dan Agresi Militer Belanda II mengakibatkan kesulitan ekonomi
semakin memuncak.
4. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (RERA) pada tahun 1948.
Program yang diprakarsai oleh Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta ini,
dimaksudkan untuk mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi,
disamping meningkatkan efesiensi. Rasionalisasi ini meliputi
penyempurnaan administrasi negara, Angkatan Perang dan aparat ekonomi.
Sejumlah satuan Angkatan Perang dikurangi secara dratis. Selanjutnya
tenaga-tenaga bekas Angkatan Perang ini disalurkan ke bidang-bidang
produktif dan diurus oleh Kementerian Pembangunan dan Pemuda.
5. Rencana Kasimo (Kasimo Plan)
Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan I.J. Kasimo. Pada
dasarnya program ini berupa Rencana Produksi Tiga Tahun, 1948-1950
mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan
yang praktis. Untuk mningkatkan produksi bahan pangan dalam program ini,
Kasimo menyarankan agar :
a. menanami tanah-tanah kosong di Sumatera timur seluas 281.277 ha.;
b. di Jawa dilakkan intensifikasi dengan menanam bibit unggul;
c. pencegahan penyembelihan hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi pangan;
d. disetiap desa dibentuk kebun-kebun bibit;
e. tranmigrasi.
6. Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE)
Organisasi yang dipimpin B.R. Motik ini, bertujuan untuk menggiatkan
kembali partisipasi pengusaha swasta. Dengan dibentuknya PTE juga
diharapkan dapat dan melenyapkan individualisasi di kalangan organisasi
pedagang sehingga dapat memperkokoh ketahanan ekonomi bangsa Indonesia.
Pemerintah menganjurkan agar pemerintah daerah usaha-usaha yang
dilakukan oleh PTE. Akan tetapi nampaknya PTE tidak dapat berjalan
dengan baik. PTE hanya mampu mendirikan Bank PTE di Yogyakarta dengan
modal awal Rp. 5.000.000. Kegiatan PTE semakin mundur akibat dari Agresi
Militer Belanda.
Selain PTE perdagangan swasta lainnya yang juga membantu usaha ekonomi
pemerintah adalah Banking and Trading Corporation (Perseroan Bank dan
Perdagangan).
BAB 3
PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
DAN ANCAMAN DISINTEGRASI
A. PERJUANGAN KONFRONTASI
Setelah Indonesia merdeka tidak berarti Indonesia bebas dari segala
bentuk penguasaan asing tapi masih berhadapan dengan Belanda yang ingin
mencoba kembali menananmkan kekuasaannya. Belanda menggunakan berbagai
macam cara untuk bisa kembali berkuasa seperti, membonceng pada pasukan
sekutu dan pembentukan Negara-negara boneka. Pembentukan Negara boneka
bertujuan untuk mengepung kedudukan pemerintah Indonesia atau
mempersempit wilayah kekuasaan RI. Setiap ada perjanjian selalu
diingkari oleh Belanda. Belanda hanya mengakui wilayah RI meliputi Jawa
dan Sumatera yang di dalamnya berdiri
Negara-negara boneka bikinan Belanda.
Pada tanggal 1 Nopember 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat Politik
dengan tujuan agar kedaulatan RI diakui dan agar di Indonesia terbentuk
dan berkembang partai Politik.Namun kemauan itu diselewengkan dengan
terjadinya pergeseran bentuk pemerintah dari bentuk Kabinet Presidensial
ke Kabinet parlementer.Sutan Syahrir terpilih sebagai Perdana
Menterinya. Pemerintah Sutan Syahrir berkeinginan mempertahankan
kemerdekaan Indonesia melalui jalur diplomasi bukan dengan kekuatan
senjata. Hal inilah yang menimbulkan pro kontra terhadap strategi
menghadapi Belanda. Konflik ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk
melancarkan Agresi militernya.
Pada tanggal 15 September 1945 sekutu masuk ke Indonesia dan membonceng
NICA ( Belanda ) yang bertujuan untuk menjajah kembali Bangsa Indonesia
sehingga terjadi
1. pertempuran Ambarawa,
2. Bandung Lautan Api,
3. Pertempuran di Sulaswesi Selatan,
4. Peristiwa Merah Putih di Minahasa,
5. Pertempuran Medan Area,
6. 5 Hari di semarang,
7. Puputan Margarana, dsb.
B. PERJUANGAN DIPLOMASI
PERJANJIAN LINGGARJATI
Untuk menghentikan tembak menembak antara RI-Belanda maka mulai 10
Nopember 1946 diadakan perundingan Linggajati (ditanda tangani 25 Maret
1947) yang isinya :
1. Belanda mengakui secara defakto wilayah RI atas Jawa, Sumatera dan MadurA
2. RI-Belanda akan membentuk NIS dengan nama RIS
3. RI-Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
4. Belanda harus meninggalkan wilayah RI selambat-lambatnya 1 Januari 1949.
Ternyata Belanda menghianati isi perjanjian tersebut dan melakukan
Agresi Militer I tanggal 21 Juni 1947 sehingga mendapat reaksi PBB.
Penghentian tembak menembak dilakukan tanggal 1 Agustus 1947 dan DK PBB
membentuk KTN yang anggota-anggotanya :
1. Australia ( Wakil Indonesia ) : Richard Kirby
2. Belgia ( Wakil Belanda ) : Paul Van Zeeland
3. USA ( Penengah ) : Dr. Frank Graham
PERJANJIAN RENVILLE
Anggota KTN tersebut membantu pihak RI-Belanda untuk mengadakan
perundingan di atas geladak Kapal Amerika USS RENVILLE ( 8 Desember 1947
) dan ditandatangani tanggal 17 Januari 1948 yang isinya :
1. Belanda mengakui wilayah RI yang sedang diduduki ( Yogyakarta )
2. TNI harus hijrah ke daerah RI
3. RI merupakan bagian dari RIS
4. Dalam jangka waktu ± 6 bulan sampai 1 tahun akan diadakan pemilu untuk membentuk dewan konstitusi RIS.
Namun tidak semua masyarakat Indonesia menyetujui isi perjanjian
tersebut, seperti SM Kartosuwiryo yang mendirikan DI / TII,
Pemberontakan PKI Madiun ( Muso ) 1948. Belanda bertekad untuk menghapus
RI dan menghancurkan kekuatan TNI. Untuk iti Belanda melakukan Agresi
militer II tanggal 19 desember 1948. Belanda menyerbu Yogyakarta dan
menawan presiden dan wapres serta pemimpin politik lainnya. Sebelum itu
presiden sempat mengirimkan kawat pada Syafrudin Prawiranegara untuk
membentuk PDRI di Sumatera. Apabila tidak sanggup maka diserahkan pada
Sudarsono, AA Maramis dan LN Palar untuk membentuk pemerintah pelarian
RI di India.
PERJANJIAN ROEM-ROYEN
Pada tanggal 28 Januari 1948 DK PBB memutuskan penghentian operasi
militer Belanda dan para pemimpin RI yang ditawan harus dikembalikan.
Pada tanggal 14 April 1949 diadakan perjanjian ROOM ROYEN di bawah
pengawasan UNCI ( perubahan dari KTN ) dan pada tanggal 7 Mei 1949
terjadi kesepakatan :
Pernyataan Delegasi Indonesia
1. Menghentikan perang gerilya
2. Bekerjasama mengembalikan keamanan
Pernyataan Delegasi Belanda
1. Menyetuji pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta
2. Menghentikan operasi militer serta membebaskan para pemimpin RI dan selekasnya mengadakan KMB
KONFERENSI MEJA BUNDAR
KMB dilaksanakan di DENHAAG ( Negeri Belanda ) pada tanggal 22 Agustus 1949 sd 29 Oktober 1949 dengan hasil keputusan :
1. Belanda menyerahkan kedaulatan RI kepada RIS
2. Antara RIS dan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia- Belanda yang dikepalai oleh ratu Belanda
3. Tentara Belanda akan ditarik mundur dan tentara KNIL akan dibubarkan
4. Masalah Irian Barat akan dibicarakan setahun setelah penyerahan kedaulatan.
Pada tanggal 27 Desember 1949 dilakukan penyerahan kedaulatan oleh
Belanda kepada RIS yang wilayahnya bekas kekuasaan Belanda tanpa Irian
Barat.
Penyerahan kedaulatan dilakukan di tiga tempat antara lain :
1. Amsterdam dilakukan oleh Ratu Belanda kepada PM RIS
2. Yogyakarta dilakukan oleh Pemerintah RI pada pemerintah RIS
3. Jakarta dilakukan oleh Wakil Tinggi Mahkota Belanda kepada RIS
Pembentukan Negara RIS ( 16 negara bagian ) berdasarkan isi KMB
ternyata tidak disetujui oleh masyarakat Indonesia dan dengan tegas
mereka menuntut dibubarkannya RIS dan kembali pada Negara Kesatuan RI
mengingat Bahasa, bendera maupun hari Nasional sama dengan RI.
Berdasarkan hasrat dan desakan Rakyat Indonesia maka pada tanggal 17
Agustus 1950 RIS dibubarkan dan dibentuk NKRI dan saat itu juga
Konstitusi RIS diganti dengan UUD Sementara RI dan bangsa Indonesia
segera memasuki era baru yaitu Demokrasi Liberal.
ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA
A. PKI MADIUN 1948
Munculnya PKI merupakan perpecahan pada tubuh SI ( Sarikat Islam ) yang
mendapat pengaruh ISDV ( Internasionalisme Sosialisme Democratise
Vereeniging ) yang didirikan oleh HJFM. Snevliet Dkk pada bulan Mei 1914
di Semarang yang pada bulan Desember diubah menjadi PKI. Pada tanggal
13 Nopember 1926 melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Belanda.
Pada tanggal 18 September 1948 MUSO memimpin pemberontakan terhadap RI
di Madiun. Tujuannya ingin mengubah dasar negara Pancasila menjadi dasar
negara komunis. Pemberontakan ini menyebarhampir di seluruh daerah Jawa
Timur namun berhasil di gagalkan dengan ditembak matinya MUSO sedangkan
Semaun dan Dharsono lari ke Rusia.
B. DI/TII
JAWA BARAT
Dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo karena tidak setuj
terhadap isi perjanjian Renville. Sewaktu TNI hijrah ke daerah RI (
Yogyakarta ) ia dan anak buahnya menolak dan tidak mau mengakui Republik
Indonesia dan ingin menyingkirkan Pancasila sebagai dasar negara. Untuk
itu ia memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia dengan nama
Darul Islam
JAWA TENGAH
Dipimpin oleh Amir Fatah dan Kyai Sumolangu. Selama Agresi Militer
Belanda ke II Amir Fatah diberi tugas menggabungkan laskar-laskar untuk
masuk dalam TNI. Namun setelah banyak anggotanya ia beserta anak buahnya
melarikan diri dan menyatakan bagian dari DI/TII.
SULAWESI SELATAN
Dipimpin oleh Abdul Kahar Muzakar. Dia berambisi untuk menduduki
jabatan sebagai pimpinan APRIS ( Angkatan Perang Republik Indonesia
Serikat ) dan menuntut aga45r Komando Gerilya Sulawesi Selatan ( KGSS )
dimasukkan ke dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin. Tuntutan
tersebut ditolak oleh pemerintah sebab hanya mereka yang memenuhi syarat
saja yang akan menjadi tentara maka terjadilah pemberontakan tersebut.
ACEH
Dipimpin oleh Daud Beureueh Gubernur Militer Aceh, karena status Aceh
sebagai daerah Istimewa diturunkan menjadi sebuah karesidenan di bawah
propinsi Sumatera Utara. Ia lalu menyusun kekuatan dan menyatakan
dirinya bagian dari DI/TII. Pemberontakan ini dapat dihentikan dengan
jalan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh ( MKRA ).
KALIMANTAN SELATAN
Dipimpin oleh Ibnu Hajar, ia menyatakan dirinya bagian dari DI/TII
dengan memperjuangkan kelompok rakyat yang tertindas. Ia dan anak
buahnya menyerang pos-pos kesatuan tentara serta melakukan tindakan
pengacauan yang pada akhirnya Ibnu Hajar sendiri ditembak mati.
APRA ( Angkatan Perang Ratu Adil )
Pemberontakan ini dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling bekas tentara
KNIL. Tujuannya agar pemerintah RIS dan negara Pasundan mengakui APRA
sebagai tentara negara Pasundan dan agar negara Pasundfan tidak
dibubarkan/dilebur ke dalam NKRI.
ANDI AZIS
Beliau merupakan komandan kompi APRIS yang menolak kedatangan TNI ke
Sulawesi Selatan karena suasananya tidak aman dan terjadi demonstrasi
pro dan kontra terhadap negara federasi. Ia dan pasukannya menyerang
lapangan terbang, kantor telkom, dan pos-pos militer TNI. Pemerintah
mengeluarkan ultimatum agar dalam tempo 4 x 24 jam ia harus
mempertanggung jawabkan perbuatannya.
RMS ( Republik Maluku Selatan )
Pemberontakan ini dipimpin oleh Dr. Christian Robert Stevenson Soumokil
bekas jaksa agung NIT ( Negara Indonesia Timur ). Ia menyatakan
berdirinya Republik Maluku Selatan dan memproklamasikannya pada 25 April
1950. Pemberontakan ini dapat ditumpas setelah dibayar mahal dengan
kematian Letkol Slamet Riyadi, Letkol S. Sudiarto dan Mayor Abdullah.
PRRI/PERMESTA
Setelah Pemilu I dilaksanakan, situasi semakin memburuk dan terjadi
pertentangan . Beberapa daerah merasa seolah-olah diberlakukan secara
tidak adil ( merasa dianaktirikan ) sehingga muncul gerakan separatis di
Sumatera yaitu PRRI
( Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia ) dipimpin oleh Kolonel
Ahmad Husen dan PERMESTA ( Piagam Perjuangan Rakyat Semesta ) di
Sulawesi Utara dipimpin oleh D.J. Somba dan Kolonel Ventje Sumual.
G 30 S/PKI 1965
Pada tanggal 30 September 1965 jam03.00 dinihari PKI melakukan
pemberontakan yang dipimpin oleh DN Aidit dan berhasil membunuh 7
perwira tinggi. Mereka punya tekad ingin menggantikan Pancasila sebagai
dasar negara dengan Komunis-Marxis. Setelah jelas terungkap bahwa PKI
punya keinginan lain maka diadakan operasi penumpasan :
1. Menginsyafkan kesatuan-keasatuan yang dimanfaatkan oleh PKI
2. Merebut studio RRI dan kantor besar Telkom dipimpin Kolonel Sarwo Edhy Wibowo dari RPKAD
3. Gerakan pembersihan terhadap tokoh-tokoh yang terlibat langsung maupun yang mendalanginya.
Akhirnya PKI dinyatakan sebagai partai terlarang dan tidak boleh lagi
tersebar di seluruh wilayah Indonesia berdasarkan SK Presiden yang
ditanda tangani pengemban Supersemar Ltjen Soeharto yang menetapkan
pembubaran PKI dan ormas-ormasnya tanggal 12 Maret 1966.
BAB 4
PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA
DALAM UPAYA MENGISI KEMERDEKAAN
DEMOKRASI LIBERAL (1950-1959)
Setelah adanya pengakuan kedaulatan oleh pemerintah Belanda melalui
Konferensi Meja Bundar tahun (KMB) 1949, Indonesia memasuki suatu
periode baru, yang lebih dikenal dengan Masa Demokrasi Liberal. pada
masa ini, iklim politik dan kondisi perekonomian di Indonesia tidak
berjalan stabil. Seringnya pergantian kabinet akibat kebebasan
berdemokrasi berpengaruh pada banyak sektor hingga menyebabkan ancaman
disintegrasi bangsa dan semakin merosotnya kondisi perekonomian
Indonesia menjadi bagian yang tak terpisahkan selama periode ini.
1. KABINET MASA DEMOKRASI LIBERAL
• KABINET NATSIR (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.
* Dipimpin Oleh : Muhammad Natsir
* Program:
1. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
2. Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
3. Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
4. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
5. Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
*Hasil:
Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat.
*Kendala/Masalah yang dihadapi:
-Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan).
-Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir
di seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi
Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.
*Berakhirnya kekuasaan kabinet:
Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan
Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah
No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi
tersebut disetujui parlemen sehingga Natsir harus mengembalikan
mandatnya kepada Presiden.
• KABINET SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April 1952)
Merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.
*Dipimpin Oleh: Sukiman Wiryosanjoyo
*Program:
1. Menjamin keamanan dan ketentraman
1. Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani.
2. Mempercepat persiapan pemilihan umum.
3. Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
*Hasil:
Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjtkan program Natsir hanya
saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya,
seperti awalnya program Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman
selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman
*Kendala/ Masalah yang dihadapi:
Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia
Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai
pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada
Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA
terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI
diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika.
Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara
Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan
dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.
Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi
pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
Masalah Irian barat belum juga teratasi.
Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang
tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat,
Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.
*Berakhirnya kekuasaan kabinet:
Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga
mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat
Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada
presiden.
• KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam biangnya.
*Dipimpin Oleh : Mr. Wilopo
*Program:
1. Program dalam negeri: Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante,
DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan
rakyat, dan pemulihan keamanan.
2. Program luar negeri: Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda,
Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan
politik luar negeri yang bebas-aktif.
*Kendala/Masalah yang dihadapi:
Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga
barang-barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus
meningkat.
Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang
banyak terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga
membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras.
Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam
keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat
alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.
Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk
menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang
dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan
kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern
dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution
yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi
mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke
seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam
parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang
menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana
di Sulawesi Selatan.
Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut
dibubarkannya parlemen. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin Nasution
menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen dibubarkan. Tetapi
saran tersebut ditolak.
Muncullah mosi tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan mengecam kebijakan KSAD.
Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Sukarno agar membubarkan kabinet.
Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan
di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah
mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki
tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan
pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di
Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret
1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia
yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani
tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi
bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh.
Intinya peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara
aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah
perkebunan di Sumatera Timur (Deli).
*Berakhirnya kekuasaan kabinet:
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari
Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus
mengembalikan mandatnya pada presiden.
• KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU.
*Dipimpin Oleh : Mr. Ali Sastroamijoyo
*Program:
1. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
2. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
3. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
4. Penyelesaian Pertikaian politik
*Hasil:
Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955.
Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
*Kendala/Masalah yang dihadapi:
a. Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat
terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
b. Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan
adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan
kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala
Staf AD mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet.
Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi
panglima AD menolak pemimpin baru tersebut karena proses
pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di
lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni
1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada
di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD
baru.
c. Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.
d. Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
e. Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU
memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli
1955 yang diikuti oleh partai lainnya.
* Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Nu menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam
kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada
presiden.
e. KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
* Dipimpin Oleh : Burhanuddin Harahap
* Program :
1. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
2. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru
3. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
4. Perjuangan pengembalian Irian Barat
5. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
* Hasil :
ü Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September
1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante).
Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang
lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara
terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
ü Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
ü Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer.
ü Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
ü Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat
Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
* Kendala/ Masalah yang dihadapi :
Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan.
* Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap
selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet
sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus
bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.
f. KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
* Dipimpin Oleh : Ali Sastroamijoyo
* Program :
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut.
1. Perjuangan pengembalian Irian Barat
2. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
3. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
Selain itu program pokoknya adalah,
• Pembatalan KMB,
• Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif,
• Melaksanakan keputusan KAA.
* Hasil :
Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak
dari periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh
perjanjian KMB.
* Kendala/ Masalah yang dihadapi :
ü Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.
ü Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan
mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer
seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara,
Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan
Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
ü Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya.
ü Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya
mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha
Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang
merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat
melindungi pengusaha nasional.
ü Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki
agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah,
sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti
meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.
* Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.
g. KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para
pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante
dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta
terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik.
* Dipimpin Oleh : Ir. Juanda
* Program :
Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :
• Membentuk Dewan Nasional
• Normalisasi keadaan Republik Indonesia
• Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
• Perjuangan pengembalian Irian Jaya
• Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah,
perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta
keuangan yang sangat buruk.
* Hasil :
ü Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui
Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut
teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan
Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan
yang utuh dan bulat.
ü Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan
menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat
dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan
sistem demokrasi terpimpin.
ü Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan
di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan
nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah
RI.
ü Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
* Kendala/ Masalah yang dihadapi :
- Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di
daerah semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah
menjadi terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
- Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga
program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai
puncaknya.
- Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan
terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang
menghadir pesta sekolah tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30
November 1957. Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk
karena mengancam kesatuan negara.
* Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
B. KEADAAN EKONOMI INDONESIA MASA LIBERAL
Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih
sangat buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi
nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan
tersendat-sendat.
Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.
1. Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27
Desember 1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan
seperti yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang
luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah
2,8 Triliun rupiah.
2. Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
3. Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil
bumi yaitu pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor
dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
4. Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh Belanda.
5. Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk
mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
6. Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik,
belum memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.
7. Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung
banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di
wilayah Indonesia.
8. Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan
pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
9. Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program
kabinet yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara
program baru mulai dirancang.
10. Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.
Masalah jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah adalah :
1. Mengurangi jumlah uang yang beredar
2. Mengatasi Kenaikan biaya hidup.
Sementara masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah :
1. Pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.
C. KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MENGATASI MASALAH EKONOMI MASA LIBERAL
Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik
dan tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk
memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut.
1. Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong
semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal
setengahnya.
Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara
pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret
1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950
Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp.
2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan
kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah
mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman
sebesar Rp. 200 juta.
2. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik
Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang
dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro
Joyohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk
mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional
(pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya :
* Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
* Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi
kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
* Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
* Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program
Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun
(1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima
bantuan kredit dari program ini. Tetapi tujuan program ini tidak dapat
tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar.
Kegagalan program ini disebabkan karena :
* Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
* Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
* Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
* Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
* Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
* Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.
Dampaknya program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban
defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah
sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah.
Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit
khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi
lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen
yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951
pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi
Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian
kredi tharus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat
pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter.
Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis.
Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia
sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15
Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.
4. Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri
perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah
• Untuk memajukan pengusaha pribumi.
• Agar para pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
• Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi
dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
• Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi.
Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina.
Pelaksanaan kebijakan Ali-Baba,
* Pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan
tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat
menduduki jabatan-jabatan staf.
* Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional
* Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada.
Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:
* Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat
untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha
non pribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
* Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.
* Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.
5. Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk
merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan
pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada
tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek,
yang berisi :
* Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
* Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
* Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia
mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956, Kabinet
Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara
sepihak.
Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda.
Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani
undang-undang pembatalan KMB.
Dampaknya :
Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha
pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
6. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program
yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang
menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya
pelaksanaan pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek,
tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang
Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda
diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun
Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan
antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958.
Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional
Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.
RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :
* Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada
akhir tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan
negara merosot.
* Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi
perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
* Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
7. Musyawarah Nasional Pembangunan
Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah.
Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan
Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah
untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana
pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja
rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena
:
* Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
* Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
* Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
* Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia.
* Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.
BAB 5
PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN ORDE BARU
MASA ORDE BARU
Secara resmi presiden Soekarno mengakhiri kekuasaan dan menyerahkan
kepada Letjen Soeharto pada tanggal 20 Februari 1967 yang dikukuhkan
dalam Sidang Istimewa MPRS dengan ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967.
sehingga secara resmi Indonesia memasuki masa pemerintahan Orde Baru.
Soekarno-Soeharo
Hakikat Orde Baru
Tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diletakkan
pada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Landasan Orde Baru :
1. Landasan Ideal : Pancasila
2. Landasan Konstitusional : UUD 1945
3. Landasan Operasional : TAP MPRS/MPR
Beberapa ketetapan MPRS pada masa Orde Baru :
• TAP MPRS No. IV/MPRS/1966 dan TAP MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang
pengukuhan tindakan pengemban Supersemar yang membubarkan PKI beserta
organisasi massanya.
• TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pelarangan faham dan ajaran Komunisme/Marxieme-Leninisme di Indonesia
• TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang pelurusan kembali tertib konstitusional berdasarkan Pancasila dan tertib hukum
Pembangunan nasional selalu berpatokan pada Trilogi Pembangunan yaitu :
v Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat
v Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
v Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis
Yang diterapkan dalam Delapan Jalur Pemerataan yaitu :
1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, terutama sandang, pangan dan perumahan
2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
3. Pemerataan pembagian pendapatan
4. Pemerataan kesempatan kerja
5. Pemerataan kesempatan berusaha
6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususunya bagi generasi muda dan kaum wanita
7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air
8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar